7.29.2008

Pengertian Arasy Dalam Islam


Kitab suci Al-Quran sudah menjelaskan bahwa pada suatu sisi dikatakan Tuhan memiliki kedekatan dengan para makhluk-Nya dan bahwa Dia merupakan ruh kehidupan dan pendukung semua makhluk, sedangkan disisi lain dinyatakan kalau Dia itu berada diatas segalanya dan berada diluar jangkauan apa pun serta berkedudukan di Arasy (singgasana) agar tidak ada yang menyalah artikan kedekatan-Nya sehingga menyekutukan manusia dengan wujud-Nya, bahkan Tuhan dianggap sebagai manusia itu sendiri sesuai anggapan kaum pengikut kitab veda. Arasy (singgasana) bukanlah suatu yang diciptakan.
Arasy adalah kedudukan Ilahi yang berada diatas segala jangkauan. Arasy tidak berbentuk kursi tahta dimana manusia membayangkan Tuhan ada duduk diatasnya. Arasy adalah suatu posisi yang berada diluar segalanya dari para makhluk-Nya dan merupakan makam (pangkalan) transendental dan kesucian. Sebagaimana dinyatakan Al-Quran bahwa setelah menetapkan hubungan diantara sang pencipta dengan semua ciptaan dan segala sesuatunya. Tuhan lalu bersemayam diatas singgasana (Arasy). Dengan kata lain, meskipun terdapat perhubungan namun Dia tetap terpisah dan tidak bercampur dengan makhluk ciptaan-Nya.

Dikatakan Tuhan itu bersama semua orang dan memahami segala hal adalah sebagai bagian dari sifat kedekatan. Dia telah menyebutkan sifat ini dalam Al-Quran untuk menunjukan kedekatan-Nya kepada manusia. Bahkan Dia berada diluar ruang lingkup ciptaan-Nya, serta jauh diatas dan jauh di suatu makan transendental dan kesucian yang bernama Arasy adalah cerminan sifat transendental-Nya. Allah SWT mengemukakan sifat ini dalam Al-Quran guna meneguhkan ke-esaan wujud-Nya dan bahwa Dia itu tanpa sekutu serta tidak bercampur dengan ciptaan-Nya. Umat lain ada yang hanya melihat sifat transendental itu dan menyebut-Nya sebagai Nargan, atau mereka mengakui-Nya sebagai Sargan dimana Dia menjadi makhluk ciptaan-Nya sendiri. Mereka tidak menggabungkan kedua sifat tersebut sedangkan Allah yang maha kuasa dalam Al-Quran digambarkan sebagai cerminan dari kedua sifat tersebut dan inilah menjadi ciri ke-esaan-Nya. (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyaah Press, 1908 ; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol.23, hlm.97-99. London, 1984).

Dalam keyakinan umat Islam, Arasy bukanlah suatu benda fisik atau ciptaan sebagai tempat dimana Tuhan bertahta. Kita bisa menelusuri Al-Quran dari awal sampai akhir dan kita tidak akan menemukan bahwa arasy (singgasana) merupakan benda ciptaan yang memiliki keterbatasan. Allah SWT telah berulangkali mengungkapkan dalam Al-Quran bahwa Dia adalah pencipta segala hal yang mempunyai eksistensi. Dia-lah pencipta langit dan bumi serta jiwa dengan segala sifatnya. Dia tegak dengan Dzat-Nya sendiri dan segala hal menjadi eksis karena Dia. Setiap zarah yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan-Nya namun tidak pernah Dia mengatakan bahwa Arasy adalah suatu yang bersifat fisikal yang merupakan hasil ciptaan-Nya. Setiap kali kata Arasy dikemukakan dalam Al-Quran, yang dimaksud adalah sifat maha besar, maha agung, dan maha kuasa dari Allah SWT. Karena itulah Arasy tidak termasuk sebagai barang ciptaan. Ada empat manifestasi dari kebesaran dan keagungan dari Allah yang maha kuasa. Kitab Veda menyebutnya sebagai empat dewa-dewa, tetapi sejalan dengan istilah dalam Al-Quran, yang dimaksud adalah para malaikat. (Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol.19, hlm.453-456, London, 1984).

Dalam kitab suci Al-Quran yang dimaksud dengan Arasy (singgasana) adalah suatu derajat atau posisi yang jauh berbeda diatas dan yang tidak bisa dipadankan dengan apapun serta jauh lebih sempurna daripada alam dan yang menjadi makam kesucian dan transendental. Singgasana itu tidak dibuat daripada batu atau bahan bangunan lainnya dimana Tuhan duduk bertahta. Karena itulah dikatakan bahwa Arasy bukanlah suatu yang diciptakan. Sebagaimana dikatakan bahwa Allah SWT bersemayam dihati para mu’minin, begitu jugalah yang dimaksud dengan firman bahwa Dia-lah yang telah menopang segalanya dan tidak pernah dikatakan bahwa ada sesuatu yang perlu untuk menopang wujud-Nya. Arasy adalah suatu makam atau posisi yang mengatasi semua alam semesta dan mencerminkan sifat transendental-Nya. Kami telah menjelaskan beberapa kali bahwa dari sejak awal mula keabadian , Tuhan memiliki dua sifat yaitu sifat kemiripan dan sifat transendental. Guna menjelaskan kedua sifat itu dalam kalam Illahi maka mengenai sifat kemiripan, Dia dinyatakan seolah-olah memiliki tangan, mata, rasa kasih sayang dan perasaan amarah, sedangkan untuk menjernihkan pengertian kemiripan tersebut Dia berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“tiada sesuatu apa pun seperti Dia” (Q.S. 42:12, termasuk bismillah).
Ditempat lain dinyatakan bahwa Dia bersemayam di Arasy seperti dikemukakan dalam ayat :
اللّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Allah, Dia-lah yang telah meninggikan seluruh langit tanpa suatu tiang pun yang dapat kamu lihat. Kemudiah Dia bersemayam di atas Arasy.”(Q.S. 13:2, termasuk bismillah).
Dari pengertian ayat ini secara harfiah, terbayang seolah-olah Allah tidak berada di Arasy sebelum adanya penciptaan alam. Yang perlu dipahami adalah bahwa Arasy itu bukan sesuatu benda yang bersifat material, melainkan suatu keadaan yang kenyataannya jauh berada diatas segalanya sebagai bagian dari sifat Allah SWT. Tuhan menciptakan langit, bumi dan segala hal yang ada diantaranya serta mengaruniakan cahaya kepada matahari, bulan, dan bintang-bintang sebagai refleksi dari Nur-Nya sendiri. Lalu Dia menciptakan manusia yang secara metaforika dikatakan dalam citra-Nya dan meniupkan ruh sifat-sifat-Nya kedalam dirinya. Dengan cara demikian dikatakan bahwa Dia telah menciptakan sesuatu yang mirif dengan diri-Nya. Adapun penjelasan mengenai sifat transendental dikemukakan dalam ungkapan bahwa Dia bersemayam di Arasy. Meskipun Dia-lah yang menjadi pencipta segalanya tetapi Dia bukanlah hasil ciptaan diri-Nya sendiri, dan Dia terpisah dari segalanya serta berada disuatu makam yang berada jauh diatas segalanya. (Chasma Ma’rifat, Qadiah, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol.23, hlm.273-277, London, 1984).

Ada yang mungkin menyangkal dengan mengatakan bahwa dari Al-Quran dikatakan kalau nantinya pada hari penghisaban, akan ada delapan malaikat yang mengusung Arasy. Dari sana lalu disimpulkan bahwa di dunia ini sekarang ada empat malaikat yang mengusung Arasy tersebut. Dengan demikian lalu muncul penafsiran bahwa Allah yang maha kuasa berada diatas karena singgasana-Nya ada yang mengusung.

Yang harus dipahami adalah Arasy Arasy itu bukan suatu benda material yang bisa atau mungkin diusung atau diangkat keatas. Arasy adalah posisi transendental dan kesucian, sehingga pengertiannya adalah bukan suatu yang diciptakan. Sebuah benda fisik atau material tidak mungkin berada diluar ruang lingkup hasil ciptaan Tuhan. Pokoknya segala hal yang diungkapkan mengenai Arasy agar diartikan secara metaforika. Karena itu para penyangkal diatas itu mestinya menyadari bahwa pandangan mereka itu tidak ada dasarnya. Yang jelas adalah ketika Allah yang maha agung dikatakan bersemayam di Arasy maka sifat transendental-Nya lalu menutupi semua sifat-sifat-Nya yang lain dan menjadikan Dia sebagai wujud yang berada jauh diluar jangkauan serta tersembunyi sedemikian rupa sehingga Dia juga berada diluar jangkauan penalaran manusia. Kemudian setelah itu, keempat sifat-Nya yang disebut sebagai empat malaikat yang dimanifestasikan di dunia akan mengungkapkan sebagai empat malaikat yang dimanifestasikan di dunia akan mengungkapkan wujud-Nya yang tersembunyi tersebut.

Sifat yang pertama adalah Rububiyat yaitu yang menyempurnakan fitrat manusia secara jasmani dan ruhani. Manifestasi daripada jasmani dan ruhani merupakan akibat dari berfungsinya sifat Rububiyat. Begitu pula wahyu samawi dan penampakan tanda-tanda yang luar biasa merupakan hasil dari penampakan sifat Rububiyat.

Sifat yang kedua yang dimanifestasikan adalah Rahmaniyat-Nya, melalui mana Dia telah menyediakan karunia tak terbilang bagi manusia tanpa sebelumnya dipohonkan. Sifat ini pun mengungkapkan wujud-Nya yang tersembunyi.

Sifat ketiga adalah Rahimiat. Pada awalnya melalui sifat Rahmaniat, Dia akan mengaruniakan kemampuan melakukan amal saleh kepada mereka yang bertakwa, lalu melalui sifat Rahimiyat-Nya Dia membantu mereka melakukan amal saleh tersebut dan memelihara mereka dari segala bencana. Sifat ini juga telah mengungkapkan wujud-Nya yang tersembunyi.

Sifat keempat adalah Maliki Yaumiddin. Sifat ini juga telah mengungkapkan wujud-Nya yang tersembunyi melalui tindakan pengganjaran mereka yang saleh dan penghukuman mereka yang berdosa.
Keempat sifat inilah yang mengusung Arasy Allah SWT. Dengan kata lain dikemukakan bahwa pengenalan wujud-Nya yang tersembunyi adalah melalui pengamatan keempat sifat tersebut. Pengamatan itu akan digandakan diakhirat sehingga dikatakan bahwa ada delapan malaikat yang akan mengusung Arasy-Nya nanti. (Chasma Ma’rifat, Qadian, Anwar Ahmadiyah Press, 1908, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol.23, hlm.278-279, London, 1984).

Baca Juga Artikel Lain Dalam Katagori Yang Sama



Widget by Hoctro | Jack Book

4 komentar:

  • Arasy itu adalah Makhluq (Ciptaan) Allah
    Allah adalah Khaliq (Maha Pencipta)
    Di dalam Surat Yunus ayat 3, kata Al-'Aray adalah nama lain (Penjelasan) dari Assamawati Wal-Ardh.
    Sedangkan Istawa adalah bentuk katakerja Tsulatsi Mazied dari katakerja Sawa, yang berarti memberi keseimbangan.
    "Allah yang menciptakan Langit dan Bumi dalam enam hari dan Allah telah memberi keseimbangan kepada "Arasy" itu. gitu dong artinya baru gak ada lagi istilah Allah bersemayam.
    Emangnya apaan......!!!?
    Gak sopan lu pade .....!!!!

    Kamis, 28 Agustus, 2008

  • Kalo ga salah di Quran terbitan Depag juga terjemahnya "bersemayam" kok, bukan "menyeimbangkan". Lagi pula jika 'arasy diidentikkan dengan langit dan bumi (samawat dan ardh), itu sudah masuk wilayah tafsir bro...

    Tafsir itu banyak n beragam pula. Ga perlu lah anda menghakimi penafsiran orang lain. Silahkanlah cari penafsiran yang paling baik dan paling komprehensip. Asalkan tidak menyalahi Quran itu sendiri serta penafsiran YM Nabi saw., sebuah tafsir syah-syah saja dijadikan pegangan. Setuju gak??

    Jumat, 29 Agustus, 2008

  • Arasy dalam Al-qur-an

    "Al Arsy", asal kata dari tsulatsie mujarrad "arasya" yang artinya membangun. Jadi "Al Arsy" Isim Mashdar ma'rifat (definite article) secara harfiyah mempunyai arti "Bangunan itu" adalah bentuk penjelasan dari suatu bangunan yang diciptakan oleh Allah yakni "Assamawati Wal Ardh" spt tercantum dalam surat Al-A'raf 54, Yunus 3, ArRa'du 2, Thoha 4-5, AlFurqon 59, AsSajdah 4, Alhadid 4. Dalam ayat2 tersebut setelah Allah menciptakan Assamawat wal Ardh lalu Allah memberikan suatu keseimbangan atas bangunan itu, dalam ayat AlQur-an bunyinya "Allah 'alal Arsyi Istawa" Kata Istawa adalah terbentuk dari kata sawa yang mempunyai arti "sama" atau "seimbang" di ta'diahkan (tsulatsi mazied) atas wazan Ifta'ala menjadi Istawa yang berarti menyeimbangkan.
    Kenapa terjemahannya menjadi "Singgasana" dan "Bersemayam".
    Ayo siapa yang tanggung jawab atas terjemahan itu?

    Anak SD juga tahu persis arti Khatul Istiwa itu garis tengah Bumi atau garis keseimbangan Bumi dan bukan "garis persemayaman"

    Rabu, 10 September, 2008

  • Menurut hemat saya, ayat ini menunjukkan perbedaan penciptaan yang dilakukan oleh Allah dan 'penciptaan' oleh manusia. Manusia bila menciptakan sesuatu tidak lepas dari tujuan untuk kebutuhannya dan kadang-kadang ia bergantung kepada benda 'ciptaannya' itu. seperti misalnya seseorang yang membangun rumah adalah dengan tujuan untuk tempat tinggalnya.
    Allah Taala dimana Dia menciptakan segala sesuatu tetapi bukan untuk suatu kebutuhan yang berakibat Dia bergantung kepada benda ciptaan-Nya itu. Jadi ayat itu memperlihatkan bahwa setelah Allah Taala menciptakan langit dan bumi, Dia tidak lantas terikat kepada makhluk ciptaan-Nya itu melainkan Dia sama sekali terpisah dari langit dan bumi yang adalah benda material. Untuk itu Al Quran memilih kata Arsy yakni apapun bentuknya tetapi ia adalah sesuatu yang ada diluar langit dan bumi itu sendiri.

    Mungkin saja pengertian Arsy menurut lughat adalah seperti apa yang digambarkan bro imamgoblog, tapi terjemahan seperti itu memperlihatkan seakan-akan Allah Taala itu tidak dapat mencipta dengan sempurna dimana mula-mula Dia menciptakan langit dan bumi tetapi tidak ada keseimbangan di dalamnya, baru setelah langit dan bumi tercipta Dia menyadari bahwa langit dan bumi tidak seimbang sehingga perlu diberi keseimbangan. Seorang arsitek bangunan bahkan telah memikirkan segala segi bangunan yang akan dibangun sehingga ketika bangunanya selesai ia tidak perlu lagi menciptakan sesuatu untuk keseimbangannya. Hukum alam menyatakan bahwa keseimbangan itu bukan sesuatu yang dapat diletakkan belakangan dalam sesuatu benda melainkan kesimbangan itu lahir sebagai bukti kemahiran penciptanya.

    Lagi pula, bila ayat-ayat itu diterjemahkan ...lalu Allah memberikan keseimbangan atas bangunan itu.... seterusnya apa? Kalimat itu jadinya belum selesai. Proses penciptaan langit dan bumi baru memasuki tahap pemberian suatu keseimbangan. Lalu setelah itu, apakah Dia terus berkutat menjaga keseimbangan langit dan bumi dan tidak melakukan aktifitas lain lagi?

    Dalam bahasa manusia, kata yang paling tepat dikenakan kepada-Nya dalam hal ini adalah "Singgasana" sebab dalam kamus kemanusiaan, baik seorang Raja maupun Kepala Negara, lambang keagungannya adalah singgasana. Seorang Raja, bila selesai melakukan sesuatu maka Dia akan memperlihatkan keagungan dan kekuasaannya dengan cara bertahta di singgasana dan bukan terlarut dalam upaya menyeimbangkan benda ciptaannya.

    Semua orang tahu persis bahwa arti khatulistiwa itu garis tengah bumi atau garis keseimbangan bumi. Tetapi garis bukan maksudnya seperti yang dihasilkan oleh goresan pinsil atau alat tulis lainnya khan. Jadi kalau 'garis' boleh dimaknai seperti itu kenapa 'Ars' tidak?

    Dari sekian banyak pemahaman tentang Ars, hingga hari ini belum ada satupun yang diakui atau dinyatakan oleh Allah sebagai satu-satunya tafsir yang paling benar. Mungkin pemahaman yang lebih logis lebih layak diterima, meskipun kita tidak setuju karena dalam menyelesaikan sesuatu persoalan Al Qur'an selalu meminta agar akal digunakan. Jazakallah

    Senin, 15 September, 2008

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda,

LOVE FOR ALL, HATRED FOR NONE