4.09.2011

Menjadi Orang yang Berbudi Mulia (Bag. 1)

Pelajaran Pertama: Khauf dan Khasyyah

Wahai sudaraku yang mulia, takutlah kepada Allah 'azza wa jalla dan ingatlah akan keagungan dan kebesaran-Nya, hendaklah engkau senantiasa memikirkan tentang hal ihwal hari perhitungan amal dan ingatlah berbagai macam azab Allah Swt. Gambarkanlah tentang kematian dan kesulitan yang akan terjadi di alam barzakh dan pembalasan pada hari kiamat, baca dan renungkanlah ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang berhubungan dengan surga, neraka dan hal ihwal orang-orang yang takwa dan orang-orang yang saleh. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya setiap kali makrifah dan pengetahuan seorang hamba tentang kebesaran Khaliq Sang Pencipta yang Maha Agung itu bertambah, maka ia akan lebih banyak mengetahui aib dan cacat dalam dirinya dan akan bertambah pula rasa takutnya kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt menisbatkan khauf dan khasyyah kepada-Nya dengan takut dan khasyyahnya para ulama. Allah Swt berfirman:
"Sesungguhnya di antara para hamba-hamba- Nya hanya para ulamalah yang takut kepada Allah Swt "(Qs. al-Faathir:28)
Rasulullah Saw bersabda:
" Sesungguhnya aku adalah hamba yang paling takut kepada Allah Swt"[1]
Seorang perawi yang bernama Sa'labi meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad dari Abi Ishaq dari Abi Huzaifah bahwa seorang sahabat nabi berkata kepada beliau: "Ya Rasulallah, betapa cepatnya engkau beruban",
Rasul Saw menjawab:
"Sesungguhnya Hud dan saudari-saudarinya telah membuatku beruban"[2]
Di dalam hadis yang lain Rasulullah Sawbersabda:
"Telah membuatku beruban surat Hud, Waqiah, Mursalat, dan 'Amma Yatasaalun"[3]
Walaupun engkau belum pernah berjumpa dan melihat para nabi, tetapi pasti engkau telah mendengar kisah-kisah tentang takutnya para nabi dan para muqarrabbin (orang-orang yang dekat dengan Allah Swt), ghaibubah-nya Amirul mu'minin 'Ali bin Abi Talib As dan tadarruk-nya Sayyidus Sajidin di dalam munajat-munajatnya.
________________________________________
[1]Jam'us-sa'aadat, J. 1, Pasal Khauful-mahmud, hal 218.
[2] Tafsir Nur Tsaqalain, J. 2, hal. 334, dalam tafsir surah Huud.
[3] l Khisal, J.1, hal. 119, Bab keempat.

Pelajaran Kedua: Harapan

Wahai saudaraku yang mulia, janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah Swt. Jadilah orang yang mempunyai harapan dan optimis. Ketahuilah bahwa sesungguhnya dunia ini merupakan ladang akhirat sedangkan hati setiap anak adam merupakan tanahnya. Iman sebagai bibitnya, sementara taat sebagai air yang mengaliri bumi hati dan membersihkannya dari berbagai kotoran maksiat. Dan akhlak yang tercela merupakan duri-duri dan kayu, sedang hari kiamat adalah waktu untuk menuai tanaman tersebut. Ketahuilah barang siapa yang bercocok tanam di dunia ini dengan cara seperti itu kemudian dia memiliki rasa optimis, maka harapannya akan terpenuhi. Jika tidak, maka apa yang telah ia lakukan itu tiada lain kecuali ghurur, congkak dan kebodohannya.

Pelajaran Ketiga: Ghirah dan Himyah (Cemburu dan Memelihara)

Saudaraku yang budiman, janganlah engkau teledor dan lalai dalam menjaga dan memelihara agamamu, kehormatanmu, anak-anakmu dan harta bendamu. Hendaklah engkau senantiasa menolak berbagai bid'ah dari para pembuat bid'ah dan berbagai keraguan para pengingkar agama yang nyata.
Serius dan bersungguh-sunguhlah dalam menyebarkan syari'at yang mulia. Janganlah engkau melalaikan amar maruf dan nahi munkar. Janganlah engkau angkat penutup haibahmu dari wanita-wanita keluargamu dan kerabatmu. Berusahalah semampu mungkin agar para wanita keluargamu tidak memandang lelaki. Cegahlah mereka dari segala sesuatu yang kemungkinan dapat merusak iman dan akhlak mereka, seperti mendengarkan musik dan lagu-lagu, keluar dari rumah dan berkumpul dengan orang-orang yang tidak dikenal serta mendengarkan kisah-kisah dan cerita-cerita yang membangkitkan syahwat. Berlakulah lemah lembut kepada mereka dan seriuslah dalam meneliti dan memperhatikan hal ihwal mereka.

Pelajaran Keempat: Tercelanya Tergesa-gesa

Anakku yang baik, janganlah engkau tergesa-gesa dan terburu-buru dalam suatu urusan. Hendaklah engkau memikirkan segala perbuatan dan ucapan-ucapanmu terlebih dahulu. Ketahuilah bahwa segala urusan yang dilakukan oleh seseorang tanpa berfikir terlebih dahulu akan mengakibatkan kerugian dan menyebabkan pelakunya menyesal. Setiap ketergesa-gesaan dan gampangnya mengeluarkan pendapat dan pandangan, dapat menjadikannya hina di hadapan orang-orang dan tidak akan mendapat tempat nantinya di hati mereka.
Pujangga Sa'di berkata: "Sesungguhnya segala amal perbuatan itu dapat dikerjakan dengan baik dengan kesabaran, pertimbangan dan berfikir. Setiap orang yang tergesa gesa pasti akan jatuh. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri di padang pasir, bagaimana orang yang berjalan perlahan-lahan, lambat dan berhati-hati akan tiba terlebih dahulu. Sementara kuda yang berlari kencang jatuh tersungkur. Lihatlah bagaimana unta dapat menyelesaikan perjalanannya yang jauh dengan hati-hati dan perlahan-lahan".

Pelajaran Kelima: Ghadhab (Marah)

Saudaraku yang budiman, berusahalah sebisa mungkin untuk tidak marah dan murka. Hiasilah jiwa dan dirimu dengan hiasan kesabaran dan ketabahan. Ketahuilah sesungguhnya marah dan murka itu merupakan kunci segala keburukan dan bisa jadi bahwa puncak kemarahan itu akan mengakibatkan kepada kematian secara tiba-tiba.
Rasulullah Saw. bersabda:
"Sesungguhnya murka dan marah itu dapat merusak iman sebagaimana cuka dapat merusak madu"[1]
Cukuplah terhinanya murka dan marah sebagai pelajaran bagimu, yaitu engkau berfikir dan merenung tentang perbuatan seseorang di saat ia murka dan marah.
________________________________________
[1] Al Kafi, J. 2, hal. 229, Bab Al Ghadhab.

Pelajaran Keenam: Al-Hilmu (Lembut)

Hilm merupakan sikap berhati-hati dan menahan murka sehingga tidak dengan mudah membangkitkan kekuatan marah. Dan sifat hilmini tidak akan mengakibatkan kegoncangan jiwa dan stres sepanjang masa.
Dan kazhmul ghaizh (menahan diri dari murka) adalah merupakan suatu perbuatan menyembunyikan dan mengekang rasa marah. Kedua sifat ini yaitu hilm dan kazhmul ghaizh adalah merupakan akhlak yang sangat baik dan terpuji.
Cukuplah hilm ini merupakan sifat terpuji karena ia banyak terdapat dan disinggung di dalam riwayat-riwayat yang dibarengi dengan al-'ilm (ilmu pengetahuan).
Dikatakan bahwa hilm merupakan garamnya akhlak. Sebagaimana setiap makanan tidak bisa dirasakan nikmatnya kecuali dengan garam, maka begitu pula dengan hilm. Akhlak dan budi pekerti tidak dianggap indah kecuali dengan adanya sifat hilm. Maka sifat hilm bagi setiap akhlak seperti garam bagi setiap makanan.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As. berkata:
"Sesungguhnya hilm itu merupakan cahaya yang esensinya adalah akal"[1]
Dalam hadist yang lain dikatakan bahwa:
"Sesungguhnya hilm itu merupakan kesempurnaan akal"[2]
Dikatakan pula dalam riwayat yang lain:
"Hilm itu merupakan tatanan urusan seorang mukmin"[3]
Riwayat yang lainnya mengatakan:
" Hilm adalah kekasih dan teman dekat seorang mukmin dan merupakan wazirnya"[4]
Riwayat yang lain lagi mengatakan:
" Keindahan seorang laik-laki terletak pada sifat hilmnya"[5]
Riwayat lainnya lagi mengatakan:
" Barang siapa membuatmu murka dengan melontarkan ucapan buruk kepadamu maka balaslah dengan kebaikan sifat hilm"[6]
Riwayat yang lainnya lagi mengatakan:
" Apabila engkau tidak memiliki sifat hilm maka berusahalah untuk menjadi orang yang halim "[7]
________________________________________
[1]Ghurarul Hikam, hal. 286, hadist ke 6412.
[2]Ibid, hadist ke 6411.
[3]Ibid.
[4]Ibid.
[5] Ibid, hal. 285, hadist ke 6392.
[6] Ibid, hadist ke 6400.
[7]Usul Kafi, J. 2, hal. 92.

Pelajaran Ketujuh: Afwu (Memaafkan)

Maaf adalah merupakan sifat Ilahy, Allah Swt menyebutkan sifat maaf tersebut ketika memberikan pujian dan sanjungan.
Rasulullah Saw. bersabda:
" Sesungguhnya maaf atau memberikan maaf itu lebih berhak untuk dilakukan "
"Sesungguhnya Allah mencintai orang yang memberikan maaf"
" Saling memafkanlah maka kedengkian di antara kalian akan sirna "
" Hendaklah engkau pemberi maaf karena memaafkan itu tidak menambahkan seorang hamba melainkan kemuliaan "[1]
Diriwayatkan dari 'Ali bin al-Husein as-Sajjad As., ia bersabda:
" Engkau ya Allah yang telah menamakan dirimu Pemaaf maka maafkanlah segala kesalahanku "[2]
Ketahuilah wahai saudarakau bahwa sesungguhnya dosa, apabila dosa itu besar maka sesungguhnya keutamaan maaf itu akan menjadi besar pula.
Di dalam sebuah syair di katakan:
Sesungguhnya berlaku buruk pada orang yang berbuat buruk adalah sebuah hal yang mudah. Apabila engkau betul-betul seorang lelaki maka berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk padamu.
________________________________________
[1] Usul Kafi, J. 2, hal. 88, hadist ke 5, bab 'Afuu.
[2] Lihat Sahifah Sajjadiyah, do'a ke 16.

Pelajaran Kedelapan: Ar-Rifqu(Lemah lembut)

Saudaraku yang mulia, jauhkanlah dirimu sebisa mungkin dari sikap keras dalam perkataan dan perbuatan, karena hal itu merupakan sifat yang buruk yang dijauhkan oleh setiap orang. Keras itu termasuk sifat yang tercela dan apabila engkau menyandangnya, maka orang-orang akan lari darimu dan akan merusak segala urusan hidupmu. Tidakkah engkau melihat bahwa Allah Swt memberikan petunjuk Nya kepada Rasul Nya Saw dengan firmannya:
"Apabila engkau berlaku dan bersifat keras hati maka mereka akan lari meninggalkanmu"[1]
Dan kebalikannya adalah sifat rifq yaitu lemah lembut dalam ucapan dan perbuatan dan hal itu sangat terpuji di dalam berbagai keadaan dan kondisi.
Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya lemah lembut itu tidak diletakkan di atas sesuatu melainkan ia lebih berat "[2]
Dalam hadist lain dikatakan:
"Lemah lembut itu separoh dari kehidupan"[3]
Dalam hadist yang lain lagi di katakan :
"Barang siapa yang diberikan bagian dari sifat lemah lembut maka dia akan diberikan bagian dari kehidupan dunia dan akherat"[4]
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As. :
" Hendaklah engkau bersifat lemah lembut karena hal itu merupakan kunci kebenaran dan sifat mulia bagi orang-orang yang mempunyai akal yang sehat ".[5]
_______________________________________
[1]Surah Ali Imran, ayat ke 159.
[2] Mishkatun-nuur lil- Tabarisy, hal. 180.
[3]Usul Kafi, J. 2, hadist ke 11, bab Ar Rifq.
[4]Usul Kafi, J.2, hal. 97.
[5]Lihat Ghurarul Hikam , hal. 24, hadist ke 4967, bab Fadzilatur-rifq.

Pelajaran Kesembilan: Akhlak Buruk

Saudaraku yang mulia, hindarkanlah dirimu dari akhlak yang menyimpang, karena akhlak yang seperti ini akan menjauhkan seseorang dari Khalik dan makhluk Nya, dan dia akan senantiasa mendapatkan azab. Hal ini dikarenakan orang yang berakhlak buruk akan senantiasa tersiksa di tangan musuhnya dimana setiap kali dia pergi ke suatu tempat dia tidak akan pernah terlepas dari cengkeraman balasan.
Dan ketahuilah wahai saudaraku, bahwa akhlak dan budi pekerti yang baik merupakan lebih utama dari sifat-sifat para wali.
Ayat berikut ini merupakan saksi dari apa yang telah tertera di atas dimana Allah Swt berfirman:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Qs. al-Qalam:4).

Pelajaran Kesepuluh: Permusuhan dan Caci Maki

Saudaraku yang mulia, jauhilah kedengkian dan permusuhan karena hal itu hanya akan mengakibatkan penyesalan dan sakit hati di dunia dan juga di akherat. Bahkan efeknya adalah saling melaknat, berkelahi dan menikam. Tidaklah diragukan lagi tentang keburukan sifat-sifat tersebut terutama rasa dengki. Diriwayatkan dari Rasulullah Saw beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah mengharamkan surga bagi setiap pencaci maki dan orang yang mempunyai sedikit rasa malu, yaitu orang yang tidak perduli dengan apa yang ia ucapkan dan dengan apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Sesungguhnya apabila engkau melihat dan meneliti hal tersebu,t maka engkau tidak akan mendapatinya melainkan pada seorang anak hasil zina atau teman setan". [1].
Dalam hadist yang lain diriwayatkan dari Rasulullah Saw beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang berbuat keji dan suka mencaci maki". [2].
Dan hadist lainnya
"Sesungguhnya surga itu haram untuk dimasuki oleh orang yang suka mencaci maki".[3]
Diriwayatkan dari Muhammad bin 'Ali al Baqir As beliau bersabda:
"Ucapkanlah kepada manusia sebaik-baiknya ucapan sebagaimana engkau mencintai apa yang diucapkan kepada kalian. Karena sesungguhnya Allah murka kepada para pencaci maki dan orang-orang yang melaknat serta mengutuk atas orang-orang yang beriman yang berbuat keji dan mencaci maki serta yang meminta-minta ".[4]
Pada hadist yang lainnya beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang afif yaitu orang yang menjaga kehormatannya dan murka kepada orang yang duduk dan peminta-minta". [5]
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya mencaci maki termasuk perbuatan keji yang ditimbulkan dari sekedar murka dan kemarahan dan juga ditimbulkan dari akibat bergaul dengan orang-orang yang buruk, fasiq dan orang-orang yang suka berleha-leha dan suka mengutuk, maka hal itu akan menjadi kebiasaan bagi teman-teman yang bergaul bersama mereka. Dan akibatnya ia akan menjadi pencerca dan pencaci maki tanpa adanya permusuhan dan permukaan. Barangkali engkau pernah menyaksikan orang-orang yang hatinya buruk dan orang-orang jalanan dimana mereka mengeluarkan kata-kata keji kepada sebagiannya yang lain khususnya kepada ibu-ibu mereka dan kepada keluarga mereka karena bergurau. Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang yang berbuat seperti itu jauh dari sifat-sifat kemanusiaan.
________________________________________
[1]Safinatul Bihar, J.2, hal. 268, hadist ke 2.
[2]Kanzul Ummal, hadist ke 8078.
[3] Kanzul Ummal, hadist ke 8085.
[4]Biharul Anwar, J. 78, hal. 181.
[5] Biharul Anwar, J. 79, hal. 111.

Oleh : Syaikh Abbas Al-Qummy ; Penerjemah: Abu Qurba Amin

Baca Juga Artikel Lain Dalam Katagori Yang Sama



Widget by Hoctro | Jack Book

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda,

LOVE FOR ALL, HATRED FOR NONE